Kontroversi Diskriminasi Hak Istri dalam Pelaksanaan Masa Iddah: Pandangan Imam Hanafi dan Musdah Mulia
Abstract
Pelaksanaan masa iddah berperan penting dalam konteks keislaman, di mana hal ini diatur secara jelas baik dalam Al-Qur'an maupun hukum positif. Meski begitu, perdebatan muncul mengenai adanya diskriminasi hak-hak istri antara pandangan Imam Hanafi, sebagai ulama klasik, dan Musdah Mulia, sebagai ulama kontemporer. Diskriminasi hak istri dapat terwujud dalam berbagai aspek, seperti keterbatasan ruang gerak selama masa iddah yang mengakibatkan ketidakpenuhian hak-hak psikologis dan biologisnya. Penelitian ini bertujuan untuk mendalamkan perspektif masa iddah menurut Imam Hanafi dan Musdah Mulia, serta memeriksa bagaimana pemenuhan hak-hak istri dapat terlaksana selama masa iddah. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan, menggunakan bahan hukum primer berupa peraturan perundang-undangan dan ayat Al-Qur'an yang terkait dengan iddah. Selain itu, bahan hukum sekunder berupa kitab Fiqh Sunnah, Fiqh Islam Wa Adillatuhu, dan Fiqh Munakahat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa baik dalam hukum Islam maupun hukum positif, tidak ada dasar untuk melakukan diskriminasi. Walaupun iddah merupakan kewajiban bagi istri, selama masa tersebut, istri tetap berhak atas hak-haknya. Pemenuhan hak tersebut menjadi tanggung jawab mantan suami, yang meliputi nafkah iddah, mut'ah, madiyah, dan nafkah hadhanah. Selain itu, peran negara atau pemerintah juga penting dalam menjamin pemenuhan hak-hak yang melekat pada perempuan (istri).
Downloads
Copyright (c) 2023 Risa Widyaningrum (Author)
This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License.