MAKNA ISTAṬA’A DALAM IBADAH HAJI PERSPEKTIF USTADZ ADI HIDAYAT DAN USTADZ MUSTHAFA UMAR PADA CHANNEL YOUTUBE (Tafsir Al-Qur’an Surat Ali Imran Ayat 97)

  • Muh Jini UIN Maulana Malik Ibrahim Malang
Keywords: Istaṭa’a; Haji; Tafsir; YouTube.

Abstract

Istaṭa’a merupakan salah satu dari lima syarat-sarat wajib dalam menunaikan ibadah haji. Dalam mengemukakan makna istaṭa’a ulama terdahulu telah memberikan berbagai macam pemaknaan. Pada umumnya istaṭa’a seringkali diartikan sebagai kemampuan secara jasmani dan kemampuan dalam hal harta. Seiring berjalannya waktu, beberapa tokoh masa kini juga ikut mengemukakan pendapatnya teerkait makna istaṭa’a, diantaranya adalah Ustadz Adi Hidayat dan Ustadz Musthafa Umar. Keduanya masing-masing memiliki pendapat yang berbeda yang disampaikan melalui channel Youtube sehingga memungkinkan banyak orang dari berbagai kalangan dapat mengakses dan mendengarkan pendapat mereka. Tulisan ini hadir untuk mengunkapkan secara signifikan bagaimana makna istaṭa’a berdasarkan perspektif Ustadz Adi Hidayat dan Ustadz Musthafa Umar, juga untuk mengetahui metodologi dan konsekuensi hukum dari penafsiran yang mereka lakukan. Kajian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan (literature research) dengan pendekatan penelitian kualitatif yang bersifat netnografi dengan mengumpulkan data dan berbagai informasi yang terdapat di lingkungan online terkait makna istitha’a berdasarkan perspektif Ustadz Adi Hidayat dan Ustadz Musthafa Umar. Data-data tersebut dihasilkan metode observasi non-partisipan yang kemudian dianalisis menggunakan metode deskriptif-analitis sehingga memperoleh penjelasan yang detail, utuh dan sistematis. Sebagai hasil dari kajian ini, ditemukan bahwa makna istaṭa’a menurut Ustadz Adi Hidayat adalah “berusaha mampu”. Penafsiran beliau merupakan tafsir bi al-ra’yi dan cenderung menggunaka metode tahlili (analitis). Sementara makna istaṭa’a menurut Ustadz Musthafa Umar adalah “(yang) mampu dalam hal bekal dan kendaraan”. Adapun penafsiran beliau merupakan tafsir bi al-ra'yi dan cenderung menggabungkan dua metode yaitu metode tematik dan tahlili.Istaṭa’a merupakan salah satu dari lima syarat-sarat wajib dalam menunaikan ibadah haji. Dalam mengemukakan makna istaṭa’a ulama terdahulu telah memberikan berbagai macam pemaknaan. Pada umumnya istaṭa’a seringkali diartikan sebagai kemampuan secara jasmani dan kemampuan dalam hal harta. Seiring berjalannya waktu, beberapa tokoh masa kini juga ikut mengemukakan pendapatnya teerkait makna istaṭa’a, diantaranya adalah Ustadz Adi Hidayat dan Ustadz Musthafa Umar. Keduanya masing-masing memiliki pendapat yang berbeda yang disampaikan melalui channel Youtube sehingga memungkinkan banyak orang dari berbagai kalangan dapat mengakses dan mendengarkan pendapat mereka. Tulisan ini hadir untuk mengunkapkan secara signifikan bagaimana makna istaṭa’a berdasarkan perspektif Ustadz Adi Hidayat dan Ustadz Musthafa Umar, juga untuk mengetahui metodologi dan konsekuensi hukum dari penafsiran yang mereka lakukan. Kajian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan (literature research) dengan pendekatan penelitian kualitatif yang bersifat netnografi dengan mengumpulkan data dan berbagai informasi yang terdapat di lingkungan online terkait makna istitha’a berdasarkan perspektif Ustadz Adi Hidayat dan Ustadz Musthafa Umar. Data-data tersebut dihasilkan metode observasi non-partisipan yang kemudian dianalisis menggunakan metode deskriptif-analitis sehingga memperoleh penjelasan yang detail, utuh dan sistematis. Sebagai hasil dari kajian ini, ditemukan bahwa makna istaṭa’a menurut Ustadz Adi Hidayat adalah “berusaha mampu”. Penafsiran beliau merupakan tafsir bi al-ra’yi dan cenderung menggunaka metode tahlili (analitis). Sementara makna istaṭa’a menurut Ustadz Musthafa Umar adalah “(yang) mampu dalam hal bekal dan kendaraan”. Adapun penafsiran beliau merupakan tafsir bi al-ra'yi dan cenderung menggabungkan dua metode yaitu metode tematik dan tahlili.

Downloads

Download data is not yet available.

PlumX Metrics

Published
2024-03-05